Pasar di bekasi yang megah besar dan bersih namun sepi. akibat tidak ada pembeli. |
Sabtu siang mampir ke pasar tradisional di samping pasar
burung pramuka Jakarta Timur. Suasana panas dan berdebu adalah hal yang biasa
untuk kota Jakarta yang hiruk pikuk. Ramainya pasar burung dengan kandang dan
jeritan burung burung dalam kandang berbanding terbalik dengan sepinya
kunjungan pembeli dan turis mancanegara yang semasa jayanya dulu kerap
mengunjungi pasar ini.
Para penjual dan pedagang sibuk dengan gadgednya, main fb ,
ig dan mobile legend. Beberapa orang ada yang aktif dengan bukalapak dan
tokopedia. Tehnologi dan informasi sudah masuk sampai ke jantung perekonomian
maasyarakat. Sudah menjadi kewajiban dan keharusan agar bertahan hidup dalam
berdagang.
Namun itu tidak semua pedagang bisa seperti itu. Ada mba Ira
penjual jamu yang beralih dagang sayuran. Gigi depannya tinggal 1 karena rontok
dimakan usia. Upi, Uni dan bu Joyo dan masih beberapa lagi yang tersisa dari
pasar yang hampir mati ini hanya bisa bertahan dalam diam. Mereka yang sepuh dan
merasa tua hanya duduk melamun sambil menggenggam Koran usang yang sudah
berulangkali dibacanya. Berkomentar tentang betapa sepinya penjualan dan makin
minimya pendapatan yang dihasilkan sepanjang hari ini. Keluhan mereka jelas ,
bagaimana membayar sewa bulanan kios yang ditagihkan setiap bulannya dalam
rekening bank yang akan ditarik secara otomatis oleh PD.PASAR JAYA. Jika rekening
kosong maka siap-siap akan datang surat tagihan beserta ancaman untuk di segel
kiosnya.
Ahok memperkenalkan system penagihan otomatis seperti ini. Memang
akan kita temukan banyak keuntungan system penagihan harian pasar ini. Irit dan
efisien. Menghilangkan banyak tenaga tukang tagih yang akan menagih uang
keamanan dan kebersihan yang biasanya berjalan 2 kali. Pagi dan sore. Tidak aka
nada lagi kebocoran akibat uang yang tidak disetor dan lain-lain.
Namun bagi para pedagang hal ini adalah mesin pembunuh usaha
mereka. Dagangan tidak laku namun tagihan harian harus dibayar full. Jualan mau
laku atau tidak maka kamu harus bayar sewa. Dagang mau cuman buka sehari dalam
sebulan maka kamu harus bayar karcis full sebulan. Hal yang sangat berbeda
dengan masa-masa sebelum dia berkuasa. Yang pembayaran karcis pasar hanya
berdasarkan dagang atau tidak saja. Kamu dagang 5 hari berarti cukup bayar
karcis pasar 5 hari. Simple dan murah. Semua bahagia dan pasarpun tetap hidup
walaupun jarang ada yang beli. Karena pedagang akan datang dan pergi sesuai
dagangannya juga. Berbeda sangat jauh dengan kebijaksanaan sekarang ini. Dan karenanya ahok sangat dibenci para pedagang
di pasar-pasar tradisional. Sad but true.
menikmati hari-hari akhir para pedagang tua. dunia maya membuat pembeli enggan ke pasar. |
Saat ini satu demi satu pedagang mulai membeli rumah dan
tanah di depan pasar tradional. Dan mulai memindahkan barang dagangannya ke
toko dan kios baru mereka diluar pasar. Bagi
yang tidak dapat tempat maka mereka berdagang di halaman parkir dan sepanjang
jalanan sekitar paar karena tidak sanggup membayar sewa kios. Dan yang bertahan
di kios saat ini pusing sepuluh keliling memikirkan masa depannya. Apakah akan
tetap dagang atau pindah dagangnya. Atau pilihan terakhir menjual kios pasar.
Maka tidak heran jika
kita ke pasar tradisional yang akan kita temui orang-orang yang sedang melamun
sambil terkantuk-kantuk menunggu pembeli yang tak kunjung datang. Jikapun ramai
maka hanya pedagang yang diluar gedung ataupun pasar. Yang saat ini dengan
adanya gubernur Anies mereka tidak dikejar ataupun diusir-usir. Bahagia warganya
kaya pedagangnya sedikit terwujud bagi para pedagang kecil yang tidak bisa
mengikuti perkembangan zaman.
Akhirnya sekarang kita bertanya.. Pasar yang megah dan
kinclong itu buat siapa? Buat pedagang kaya pastinya. Karenanya pasar
tradisional Puri Indah makin Berjaya, sedangkan pasar tradisional cempaka putih
kembang kempis.. kejadian ini tidak terjadi di Jakarta saja, bahkan di bekasi
dan Madiun . Pasar tradisional sepertinya setengahnya sudah mati dan
arwahnya berpindah ke alam jin, dunia maya.
No comments:
Post a Comment